Masa kekuasaan Herman Willem Daendels di Hindia Belanda berlangsung pada tahun 1808-1811. Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, tugas utama Daendels sebagai gubernur jendral adalah memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis militer Perancis untuk melawan pasukan Inggris di kawasan Samudra Hindia.
Kebijakan-kebijakan Herman Willem Daendels
Melihat tugas berat yang diembannya, Daendels mengambil langkah-langkah sebagai berikut.
- Membangun ruas jalan raya Anyer-Panarukan sepanjang 1.100 km.
- Memperkuat pasukan yang anggotanya terdiri atas orang-orang Indonesia.
- Mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
- Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon.
- Menggalakkan penyerahan hasil bumi.
- Mendirikan benteng-benteng pertahanan.
Usaha Daendels dalam mempertahankan Pulau Jawa membutuhkan biaya sangat besar. Untuk itu, Daendels membuat beberapa kebijakan, yaitu:
- Menjual tanah-tanah luas kepada swasta Belanda dan Tionghoa. Tanah dijual beserta penduduk dan pemerintahnya sehingga pemilik tanah dapat mempergunakan penduduk setempat untuk kepentingannya. Tanah-tanah yang telah dijual Dandels, antara lain terletak di Pamanukan, Ciasem, dan Probolinggo.
- Memperluas tanaman kopi.
- Melaksanakan kerja paksa (rodi). Hal ini sangat memberi manfaat bagi Belanda, karena tanpa biaya.
- Aturan menyerahkan sebagian hasil bumi sebagai pajak dan aturan penjualan hasil bumi secara paksa kepada pemerintah dengan harga yang telah ditetapkan.
Selain upaya di bidang militer, Daendels juga berusaha memperbaiki pemerintahan. Upaya itu dilakukan dengan tindakan sebagai berikut.
- Memperbaiki gaji pegawai dan memberantas korupsi, memberi hukuman berat bagi pegawai yang berbuat Curang.
- Membagi Pulau Jawa menjadi sembilan karesidenan.
- Menjadikan para bupati-bupati seluruh Jawa sebagai pegawai pemerintah Belanda.
- Mendirikan badan pengadilan yang akan mengadili orang-orang Indonesia sesuai adat-istiadatnya.
Daendels memerintah dengan tangan besi. Pembangunan jalan raya Anyer Panarukan dilakukan dengan sistem rodi (kerja paksa). Banyak rakyat menjadi korban dalam pembuatan jalan ini. Hal ini disebabkan rakyat bekerja tanpa mendapatkan upah. Makanan dan kesehatan kurang diperhatikan. Kebijakan-kebijakan Dandels telah menumbuhkan kebencian di hati rakyat.
Kebijakan-kebijakan Daendels tidak hanya menuai kebencian dan rakyat. Para petinggi Belanda pun merasa kecewa. Kekecewaan para petinggi Belanda bertambah dengan penjualan tanah pemerintah di Bogor dan Probolinggo kepada swasta. Akibatnya, pada tahun 1811 Daendels dipanggil pulang ke negara Belanda. Louis Napoleon selanjutnya menunjuk Jansens sebagai gubernur jenderal baru menggantikan Deandels.
Masa Pemerintahan Jansens
Pada masa pemerintahan Jansens banyak menghadapi kesulitan dalam memulihkan pertahanan yang belum stabil. Keadaan menjadi makin tidak menentu dengan tersiarnya kabar bahwa Inggris akan menyerang Pulau Jawa. Segera setelah itu negara dinyatakan dalam keadaan bahaya.
Pada tanggal 3 Agustus 1811 Angkatan Laut Inggris di bawah Lord Minto sudah berada di Batavia. Jansens diminta untuk menyerahkan Pulau Jawa kepada lnggris. Akan tetapi, Jansens dengan tegas menolak. Akibatnya perang pun tak terelakkan lagi.
Dalam pertempuran tersebut Jansens kalah dan terpaksa menandatangani Kapitulasi Tuntang di Salatiga 17 September 1811. Dalam Perjanjian Tuntang disebutkan bahwa Pulau Jawa diserahkan kepada lnggris. Lord Minto selanjutnya menyerahkan kekuasaan di wilayah bekas Hindia Belanda kepada Thomas Stamford Raffles.
Kebijakan-kebijakan Herman Willem Daendels